0362 - 22488
pmdbuleleng@gmail.com
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Informasi Lengkap Tentang BUMDes Yang Harus Anda Ketahui

Admin dispmd | 28 Juli 2018 | 9411 kali

BUMDes – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi baru saja mengumumkan, memasuki Juli 2018 saat ini, jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di seluruh Indonesia mencapai 35 ribu dari 74.910 desa di seluruh bumi nusantara. Jumlah itu lima kali lipat dari target Kementerian Desa yang hanya mematok 5000 BUMDes. Apakah itu berarti kekuatan BUMDes sudah siap menjadi kekuatan ekonomi raksasa di Indonesia?

Masalahnya, hingga sampai saat ini, berbagai data menyebut bahwa sebagian besar BUMDes masih sebatas berdiri dan belum memiliki aktivitas usaha yang menghasilkan. Sebagian lagi malah layu sebelum berkembang karena masih ‘sedikitnya’ pemahaman BUDMdes pada sebagian besar kepala desa.

Ada beragam masalah yang membuat ribuan BUMDes belum tumbuh sebagaimana harapan. Pertama, karena wacana BUMDes bagi banyak desa baru masih seumur jagung terutama sejak disahkannya UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Sejak saat itu pemerintah lalu menggenjot isu pendirian BUMDes di seluruh desa di penjuru nusantara. Ini membuat Kementerian Desa menjadi salah satu Kementerian yang paling sibuk keliling seluruh pelosok negeri demi sosialisasi jabang bayi bernama BUMDes ini.

Kedua, selama bertahun-tahun desa adalah struktur pemerintahan yang berjalan atas dasar instruksi dari lembaga di atasnya.  Hampir semua yang diurus Kepala Desa dan pasukan perangkatnya berpusat pada masalah administrasi.

Kalaupun desa mendapatkan porsi membangun, anggaran yang mengucur boleh dikatakan sebagai ‘sisanya-sisa’. Maka lahirnya UU Desa membuat Kepala Desa dan jajaran-nya membutuhkan waktu untuk mempelajari Undang undang dan berbagai peran dan tanggung jawab baru berkaitan dengan datangnya BUMDes di desanya.

Pengesahan UU Desa  adalah titik balik sejarah bagi desa di Indonesia. Desa yang selama ini hidup hanya sebagai obyek dan dianggap hanya cukup menjalankan instruksi saja, berubah total.

Visi Presiden Joko Widodo yang menetapkan program membangun Indonesia dari pinggiran dalam Nawacita-nya adalah salahsatu yang membuat desa mendapatkan nasib baik. Perubahan mulai menyinari sudut-sudut wilayah Indonesia: desa.

Pengesahan UU Desa, Nawacita dan kemudian dana desa memang amunisi baru yang membuat desa memiliki kekuatan besar membangun diri. Tetapi di sisi lain ini adalah tantangan yang benar-benar berbeda dari sejarah desa sebelumnya.

Jika pada masa lalu struktur pemerintahan di atas desa bisa melakukan intervensi kebijakan yang dibuat desa, kini hal itu tinggal kenangan saja. Desa sepenuhnya memiliki wewenang untuk merumuskan langkahnya sendiri melalui Musyawarah Desa.

Ini menjadi PR besar bukan hanya Kementerian Desa untuk bisa menjelaskan BUMDes kepada seluruh desa di seluruh nusantara. Tetapi juga tantangan besar bagi para kepala desa di berbagai pelosok negeri untuk memahami dan menjalankannya.

Bukan hanya dalam masalah merumuskan bagaimana dirinya akan membangun, desa juga memiliki wewenang sepenuhnya mengelola Dana Desa untuk mewujudkan kesejahteraan desa. Bukan main-main, dana desa langsung ditransfer dari rekening APBN ke desa sehingga kini anggaran untuk desa tidak perlu lagi ‘mampir’ ke berbagai pos dan tercecer-cecer di jalan.

Jumlah dana desa juga bukan angka kecil, dalam empat tahun ini negara telah menggelontoran Rp. 187 triliun. Tahun 2018 ini, Dana Desa dianggarka Rp. 60 triliun dan direncanakan bakal naik pada 2019.

Ini adalah anggaran paling besar yang digelontorkan langsung ke desa sepanjang sejarah kekuasaan  negeri ini. Jaman perubahan benar-benar datang ke desa. Dilindungi oleh Undang Undang, dipersenjatai beragai keputusan pemerintah pendukung UU dan dilengkapi amunisi berupa dana desa yang cukup besar, desa mulai merubah nasibnya.

Apa itu BUMDes?

BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki desa melalui penyertaan modal langsung yang berasal dari kekayaan desa. Lembaga ini digadang-gadang sebagai kekuatan yang akan bisa mendorong terciptanya peningkatan kesejahteraan dengan cara menciptakan produktivitas ekonomi bagi desa dengan berdasar pada ragam potensi yang dimiliki desa.

BUMDes harus lahir atas kehendak seluruh warga desa yang diputuskan melalui Musyawarah Desa (Musdes). Musdes adalah forum tertinggi melahirkan berbagai keputuan utama dalam BUMDes mulai dari nama lembaga, pemilihan pengurus hingga jenis usaha yang bakal dijalankan.

Dalam proses ini setidaknya ada dua pertemuan besar yang melibatkan seluruh elemen penting warga desa secara perwakilan. Yang pertama adalah sosialisasi dan pembentukan tim yang bertugas mengawal seluruh proses pembentukan dan pertemuan kedua untuk melahirkan berbagai keputusan final. Seluruh proses ini tentu saja menjadi tanggung jawab Pemerintah Desa sebagai penyelenggaranya.

Apakah setelah BUMDes lahir berarti lantas harus bertanggungjawab terhadap urusan pemberdayaan ekonomi desa? Ini yang sering salah dipahami. BUMDes lahir sebagai lembaga desa yang berfungsi menciptakan kesejahteraan warga dengan memanfaatkan aset dan potensi yang dimiliki desa dan dipersenjatai modal penyertaan dari desa.

Maka tidak berarti semua urusan ekonomi desa masuk dalam ranah BUMDes, sama sekali tidak. Soalnya di desa masih ada banyak lembaga ekonomi yang tidak masuk dalam cakupan BUMDes bahkan tidak bisa di BUMDes-kan.

Maka perlu digaris-bawahi, yang paling menentukan berkembang dan tidaknya ekonomi desa adalah: Kepala Desa! Ya, bagaimanapun seluruh rangkaian proses ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan persoalan seorang kepala desa dalam menjalankan visi ekonomi untuk desanya.

Jaman sekarang ini, kepala desa tidak hanya berfungsi sebagai pemberi tanda-tangan berbagai dokumen administratif dan hal-hal yang formal saja. Melainkan harus memiliki visi yang kuat, pengetahuan yang mumpuni mengenai Undang undang termasuk UU Desa, menguasai informasi terbaru mengenai potensi ekonomi desa dan memiliki kemampuan melakukan analisa terhadap berbagai peluag ekonomi baik di desa maupun di luar desanya. Dengan kata lain, sekarang ini seorang Kepala Desa harus menjadi seorang Arsitek Ekonomi Desa.

Dana Desa untuk Apa

Sejatinya, dana desa tidak hanya  difokuskan untuk program ekonomi saja melainkan juga pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas pelayanan publik juga termasuk memberantas gangguan pertumbuhan anak-anak di desa akibat stunting. Tetapi semua program itu pada akhirnya bakal secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kesiapan desa mengembangkan ekonomi warganya.

Ada empat bidang prioritas yang harus diilakukan desa dalam program dana desa. Pertama, desa harus menemukan produk unggulan wilayah perdesaan. Produk unggulan yang dimaksud adalah jenis komoditas berupa produk yang lahir dari desa tersebut.

Produk unggulan haruslah produk yang memiliki berbagai kelebihan seperti kualitas yang tak banyak dimiliki wilayah-wilayah lainnya. Misalnya, beberapa desa memusatkan diri mereka memproduksi komoditas hasil pertanian seperti padi dan lain-lain karena memiliki lahan pertanian yang subur.

Ada pula desa yang fokus pada pengolahan hasil kelautan misalnya, biasanya ini dilakukan desa-desa di wilayah pesisir. Produk unggulan diharapkan memiliki kemampuan produksi dalam jumlah yang besar dan kontinyu memilliki kekuatan persaingan di pasar.

Kedua, membentuk BUMDes. BUMDes dimaksudkan sebagai lembaga usaha yang akan mendorong produktivitas ekonomi warga desa. Menggunakan modal penyertaan dari desa, BUMDes memiliki berbagai pilihan untuk dijadikan sebagai usaha sesuai dengan potensi yang dimiliki dan peluang pasar yang dibidik.

Jenis usaha yang bisa dijalankan BUMDes yakni:

  1. Bisnis Sosial/ Serving

Melakukan pelayanaan pda warga sehingga warga mendapatkan manfaat sosial yang besar. Pada model usaha seperti ini BUMDes tidak menargetkan keuntungan profit. Jenis bisnis ini seperti pengelolaan air minum, pengolahan sampah dan sebagainya.

  1. Keuangan/Banking

BUMDes bisa membangun lembaga keuangan untuk membantu warga mendapakan akses modal dengan cara yang mudah dengan bunga semurah mungkin. Bukan rahasia lagi, sebagian besar bank komersil di negeri ini tidak berpihak pada rakyat kecil pedesaan.

Selain mendorong produktivitas usaha milik warga dari sisi permodalan, jenis usaha ini juga bisa menyelamatkan nasib warga dari cengkeraman renternir yang selama ini berkeliaran di desa-desa.

  1. Bisnis Penyewaan/Renting

Menjalankan usaha penyewaan untuk memudahkan warga mendapatkan berbagai kebuuhan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan misalnya penyewaan gedung, alat pesta, penyewaan traktor dan sebagainya.

  1. Lembaga Perantara/Brokering

BUMDes menjadi perantara antara komoditas yang dihasilkan warga pada pasar yang lebih luas sehingga BUMDes memperpendek jalur distribusi komoditas menuju pasar. Cara ini akan memberikan dampak ekonomi yang besar pada warga sebagai produsen karena tidak lagi dikuasai tengkulak.

  1. Perdagangan/Trading

BUMDes menjalankan usaha penjualan barang atau jasa yang dibutuhkan masyarakat yang selama ini tidak bisa dilakukan warga secara perorangan. Misalnya, BUMDes mendirikan Pom Bensin bagi kapal-kapal di desa nelayan. BUMDes mendirikan pabrik es ada nelayan sehingga nelayan bisa mendapatkan es dengan lebih murah untuk menjaga kesegaran ikan tangakapan mereka ketika melaut

  1. Usaha Bersama/Holding

BUMDes membangun sistem usaha terpadu yang melihatkan banyak usaha di desa. Misalnya, BUMDes mengelola wisata desa dan membuka akses seluasnya pada penduduk untuk bisa mengambil berbagai peran yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha wisata itu.

  1. Kontraktor/Contracting

Menjalankan pola kerja kemitraan pada berbagai kegiatan desa seperti pelaksana proyek desa, pemasok berbagai bahan pada proyek desa, penyedia jasa cleaning servise dan lain-lain. Apalagi sejak 2018 pemerintah desa dilarang mengundang kontraktor dari luar desa untuk mengerjakan berbagai proyek yang dimiliki desa.

Hal penting dalam pembuatan keputusan mengenai unit usaha adalah, BUMDes tidak boleh mematikan potensi usaha yang sudah dijalankan warga desanya. Usaha BUMDes juga harus memiliki kemampuan memberdayakan kesejahteraan banyak orang. Ini yang disebut sebagai asas subsidiaritas.

Misalnya, di kampung ya sebagian besar warganya menghasilkan teung tapioka, BUMDes tidak boleh memiliki membangun pabrik pengolahan tapioka sendiri. Melainkan mengambil peran lain dalam rantai produksi warganya.

Contoh yang baik dilakukan BUMDes Gumelar, Kecamatan Gumelar, Banyumas. BUMDes membuka usaha penghalusan tepung tapioka untuk menghaluskan tepung tapioka buatan warga yang masih kasar. BUMDes juga turut memasarkan tepung tapioka itu kemudian. Hasilnya, tepung tapioka buatan warga Gumelar menjadi naik kualitasnya dan bisa bersaing dengan produk dari tempat lain.

Prioritas ketiga adalah membangun embung alias penampung air untuk pertanian. Program membangun embung diluncurkan Kementerian Desa untuk mendukung produktivitas pertania desa.

Soalnya, mayoritas desa di negeri ini masih mengandalkan pertanian sebagai sektor yang produktif menopang kehidupan warganya. Selain menghasilkan komoditas yang diperlukan warga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, hasil pertanian juga bisa menjadi komoditas unggul untuk dijual.

Keempat,  membangun fasilitas olah raga. Ya, olah raga mulai mendapat porsi yang penting sekarang. Olah raga diyakini bukan hanya akan membantuk tubuh yang sehat bagi warga desa tetapi juga berfungsi sebagai cara warga desa mendapatkan fungsi refresing disela kegiatan sehari-hari yang melelahkan.

Tak hanya itu, olah raga juga sagat efektif membangun mental yang sehat yaitu jiwa sportif alias bersaing dengan sehat dan membuat hubungan antarpersonal di desa menjadi erat.

Relasi sosial yang baik di desa-desa bukan hanya dimaksudkan untuk untuk mendukung produktivitas kerja saja melainkan juga secara langsung maupun tidak langsung bisa mencegah berbagai penyakit sosial termasuk bisa mencegah berkembangnya paham terorisme yang sesat dan berbahaya itu.

Setidaknya ada tiga factor yang mempengaruhi keberhasilan sebuah desa membentuk dan mengelola BUMDes. Pertama sumber daya alam yang dimiliki desa tersebut. Apa saja sumber daya yang secara alami tersedia di desa itu dan apalah selama ini sudah diolah sedemikian rupa. Pengelolaan sumber alam yang baik akan menghasilkan manfaat sosial baik profit maupun benefit. Seperti yang dilakukan Desa Ponggok di Klaten.

Ponggok adalah desa yang dianugerahi mata air segar nan jernih dengan debit luar biasa. Air itu lalu ditampung di sebuah kolam renang alami dengan ukuran jumbo. Berbeda dengan taman bermain lainnya, Umbul Ponggok, demikian kolam itu dinamakan, memiliki dasar kolam alami dan berliweran ikan warna-warni.

Dengan pintar, pengelola wisata memberikan fasilitas bagi pengujung untuk berfoto bawah air di kolam ini. Keberadaan tempat ini yang tak terlalu jauh dari Yogyakarta pusat wisata membuatnya segera menjadi salahsatu destinasi wisata unggul dengan ribuan pengunjung setiap minggu.

Potensi alam yang sama berhasil dengan gemilang diolah warga Desa Nglanggran, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Desa ini mendapat anugerah berupa pegunungan batu yag tersusun dari ribuan bebatuan berukurn raksasa bertinggi puluhan meter. Ini adalah gegunung berusia jutaa tahun bekas kawah gunung purba.

Setelah jutaan tahun tidur pulas dan tak terperhatikan, sepuluh tahun lalu para pemuda sadar betapa eksotis-nya gunung api purba itu. Kini, setisaknya 150-an pemuda dan warga Desa Nglanggaran bekerja mengelola desa wisata mereka.

Kedua faktor modal pendanaan untuk pembiayaan berbagai operasional hingga tercapai produktivitas yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan pasar. Penyertaan modal adalah salahsatu kekuatan BUMDes mengembang.

Tetapi sebelum rupiah dikucurkan, Kepala Desa harus yakin bahwa BUMDes telah menyusun business plan yang baik. Business Plan sangat penting dalam membangun sebuah usaha karena akan menjadi pedoman bagaimana bisnis itu akan dijalankan.

Business Plan juga kan menjadi memberikan gambaran yang jelas mengenai apa bisnis yang akan dijalankan, bagaimana menjalankan termasuk kebutuhan permodalan dan pasar yang dituju untuk menjual produk.

Seperti yang dilakukan BUMDes Amarta, Sleman, Yogyakarta. BUMDes ini mendapatkan modal penyertaan pertama Rp. 50 juta. Apa yang dilakukan Amarta? BUMDes ini memutuskan bergerak mengelola sampah desanya.

Amarta menyulap sebuah bangunan terbuka yang mangkrak untuk markas pengolahan sampah sekaligus kantor BUMDes. Hanya butuh waktu tiga bulan bagi Amarta untuk membuktikan, dengan manajemen yang baik, sampah yang dijauhi semua orang karena aromanya itu berubah menjadi pundi rupiah yang menguntungkan.

Enam bulan kemudian Amarta telah memiliki pegawai tetap dengan gaji UMR. Tak sampai setahun, BUMDes ini didatangi berbagai bank yang datang menawarkan bantuan permodalan.

Tetapi, faktor yang paling utama keberhasilan BUMDes sesungguhnya bukan sumber daya alam tau modal uang penyertaan melainkan Sumber Daya Manusia (SDM).  Bagaimanapun semua potensi yang ada bakal terbukti bisa menjadi komoditas yang produktif atau tidak semuanya tergantung pada bagaimana SDM mengelolanya.

Seperti yang dilakukan BUMDes Tammangalle Bisa, Desa Tammangale di Sulawesi. Kecmatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulwesi Barat. Ini adalah desa pesisir yang sebagian besar warganya pergi melaut selama berminggu-minggu demi mencari makan keluarganya. Pola itu sudah berjalan berpuluh-puluh tahun. Sementara itu para istri di rumah mengisi waktunya menenun kain sarung yang kemudian dikenal sebagai Sarung Tammangalle.

Melihat kperi kehidupan itu, Sang Kepala Desa punya ide sederhana namun sangat pintar. Kepala desa mengajari warganya untuk mulai menjual tenun buatan warganya melalui media sosial alias online. Benar saja, dalam beberapa minggu saja terjadi perubahan besar di kampung ini.

Sarung tenun buatan tangan perempuan desa ini mendapat sambutan pasar nan hangat. Langkah sederhana namun pintar kepala desa membuat pare penenun kini mendapatkan pendapatan berlipat dibanding model pemasaran sebelumnya yang dikuasai tengkulak kain.

Antara Keuntungan Profit dan Benefit

Salahsatu pemahaman yang silang sengkarut mengenai BUMDes adalah mengenai keuntungan alias laba. Celakanya, sebagian kepala desa terlanjur meyakini bahwa BUMDes yang hebat adalah BUMDes yang bisa membukukan pendapatan milyaran rupiah.

Padahal sesungguhnya, kehebatan BUMDes tak bisa diukur dari pendapatan rupiahnya saja. Sebaliknya, BUMDes yang lebih mementingkan manfaat sosial adalah BUMDes yang bisa menciptakan keuntugan jauh lebih besar.

Seperti yang dilakukan Desa Binaus, Kecamatan Molo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Desa ini punya ide sederhana namun luar biasa. BUMDes Aneotop, nama BUMDes mereka, membeli peralatan pesta berupa tenda-tenda lengkap dengan kursi, meja dan sebagainya untuk disewakan pada warganya.

Sekilas ide ini bukan ide hebat karena di belahan wilayah yang lain, penyewaan alat pesta bahkan ditawarkan oleh perorangan, tak perlu desa. Lalu apa hebatnya ide BUMDes Aneotob?

Rupanya, warga Binaus punya kebiasaan yang mengkawatirkan bagi Nahor Tasekep, sang Kepala Desa. Warga desa ini ternyata hobi menebangi pohon-pohon di kampungnya jika menggelar pesta.

Batang-batang pohon itu dipotong untuk mendirikan tratag untuk pesta mereka. “ Kalau dibiarkan, desa kami bisa gundul karena pohon-pohonnya habis ditebangi untuk pesta,” kata Nahor. Lalu lahirlah ide itu dan kini, warga dengan suka cita bergiliran menyew tenda milik BUMDes Aneotob setiap menggelar pesta.

Pepohonan di desa itupun selamat dari tebasan parang warga. Ternyata, ide penyewaan alat pesta itu sama sekali bukan karena ikut-ikutan desa lain atau karena tidak ada ide usaha melainkan karena Nahor Sang Kepala Desa ingin menyelamatkan kelestarian alam desanya.

Selain alat pesta, BUMDes Aneotob juga punya ide luar biasa menjawab masalah sosial di desanya. Selama bertahun-tahun Binaus dan beberapa desa tetangganya adalah daerah rawan kekeringan.

Kekurangan air bersih mendera kehidupan warga desa ini. Padahal desa ini memiliki beberapa sumber air yang tak pernah kering. Lalu mereka membangun tujuh bak penampungan air di tujuh tempat di desanya. Air dari mata air itu lantas disalurkan ke bak-bak penampungan itu.

Kini warga tinggal datang membawa ember dan jerigen untuk mendapatkan air di bak-bak penampungan yang berada tak jauh dari rumah mereka. Setiap bulan setiap kepala keluarga dengan gembira membayar Rp. 20 ribu untuk layanan ini. Uang itu dikumpulkan untuk membiayai operasional mengalirkan air dari sumber ke bak-bak penampungan.

Meski belum mengalir melalui kran di rumah-rumah warga tetapi langkah Binaus telah membuat kisah kekeringan dan kekurangan air bersih tak pernah lagi mampir pada kehidupan warga.

Sebagai kegiatan BUMDes-nya, BInaus memilih menjalankan bisnis sosial alias usaha yang tidak terlalu berharap keuntungan finansial. Yang terpenting bagi Binaus adalah, desa membuktikan ada dan melalui BUMDes-nya terbukti mampu mengatasi kisah sedih yang menimpa warganya yakni mampu menghadirkan air menjadi mudah didapat warga sekaligus menyelamatkan desa dari ancaman kegundulan akibat kebiasaan menebang pohon warga.

Langkah yang juga elok dilakukan BUMDes Amanah, Desa Padangjaya, Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Selama bertahun-tahun warga desa yang sebagian besar adalah petani sawit harus hidup dalam cengkeraman para pengijon sawit yang gentayangan di kampungnya.

Akibatnya, hasil panenan para petani tidak pernah bisa mensejahterakan kehidupan mereka. Melihat kenyataan itu Kepala Desa Padangjaya lalu tergerak untuk melakukan sesuatu. BUMDes-pun lahir sebagai kekuatan yang keudian menciptakan banyak kemajuan ekonomi di desa ini.

Agar para petani sawit tidak lagi dikuasai tengkulak, BUMDes lalu menggunakan penyertaan modalnya untuk membeli hasil panenan warga. Setelah itu baru BUMDes menjual sawit ke pabrik. Dengan cara itu maka warga desa tak perlu lagi hidup dalam cengkeraman para tengkulak dan bisa mendapatkan harga jual yang menguntungkan ekonomi mereka.

Tak berhenti di situ, BUMDes juga menyediakan bibit sawit, pupuk bahkan pinjaman modal untuk para petani yang bisa dibayar ketika panen datang. Dengan layanan itu warga desa tak perlu lagi pusing memikirkan modal tanam.

Berbagai langkah ini segera menciptakan peningkatan pendapatan yang sangat signifikan bagi para petani. Di sisi lain BUMDes Amanah juga mendapatkan keuntungan atas jasa trading yang dilakukannya. Selain beberapa unit usaha itu BUMDes Amanah juga sukses membangun Pasar Desa untuk menciptakan pusat transaksi ekonomi warga.

Kisah dua BUMDes di atas adalah segelintir desa yang berhasil menciptakan manfaat sosial sekaligus mendapatkan income sebagai lembaga usaha dan menjadikan BUMDes sebagai kekuatan pendorong perkembangan ekonomi desa.

Rupiah yang didapatkan BUMDes Aneotob memang tak mencapai miliaran tetapi menyelematkan seluruh warga desa dari kekurangan air bersih adalah pekerjaan yang hebat. Ditambah lagi Aneotob mencegah rusaknya alam desanya dengan menyewakan tenda dan alat pesta.

Prestasi BUMDes Amanah juga luar biasa. BUMDes ini membuat ratusan keluarga di desannya bisa menikmati harga yang menguntungkan dari sawit yang mereka tanam. Sehingga para patenai sawit di desa itu kini bisa mendapatkan pendapatan lebih besar dan layak untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Tak hanya itu, Pasar Desa yang dilahirkannya juga telah menjelma sebagai tempat bertemnya komoditas dan pihak yang membutuhkannya dalam bentuk transkasi jual beli. Pasar ini juga membuka banyak peluang pendapatan baru bagi warga yang menyewa kios dan menjual berbagai kebutuhan hidup.

Maka jika ribuan BUMDes benar-benar telah menjalankan tugasnya sebagai unit usaha milik desa yang menggunakan aset dan potensinya untuk menciptakan kesejahteraan desa, sudah jelas BUMDes akan menjadi raksasa ekonomi yang kuat dan mandiri bagi seluruh desa. Itu artinya, negeri ini bakal pula menjelma menjadi negeri dengan kekuatan ekonomi raksasa. (sumber: berdesa.com)