0362 - 22488
pmdbuleleng@gmail.com
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Profesi Kunci Pemerataan Pembangunan

Admin dispmd | 16 Mei 2014 | 1020 kali

Indonesia memiliki keragaman kekayaan luar biasa. Jika kita diperkenankan mengatakan bahwa masyarakat adalah juga merupakan kekayaan negara, maka kekayaan yang berwujud masyarakat itu pun sangat luar biasa beragam. Di satu sisi, sifat heterogen masyarakat Indonesia ini menjadi suatu pekerjaan yang berat bagi pengelola negara. Namun di sisi lain, sebenarnya hal tersebut adalah keunikan, bahkan kekayaan yang luar biasa dari negeri ini, jika masyarakat tersebut mampu dibangun jiwa dan raganya dengan benar, sebagaimana pesan para pendiri bangsa ini melalui salah satu bait syair lagu Indonesia Raya.

Membangun jiwa dan raga masyarakat bukan pekerjaan ringan, terlebih dengan heterogenitas dalam segala hal yang melekat dengan keberadaan masyarakat itu sendiri. Pengelola negara ini tidak mungkin bekerja sendiri, tanpa bermitra dengan orang-orang yang mampu bekerja secara total dengan masyarakat. Pengelola negara memiliki batasan lingkup kerja, yaitu melayani masyarakat pada ranah regulasi dan administrasi negara. Batasan tersebut haruslah jelas dan ada, agar tidak terjadi lagi pengelola negara justru merasa sebagai penguasa negara. Hal ini yang terkadang menjadi salah kaprah. Pengelola negara bukanlah yang memerintah tapi mereka yang melayani masyarakat, sehingga akan lebih tepat jika disebut public service, bukan pemerintah.

Untuk itu pengelola negara membutuhkan bantuan dari orang-orang yang mampu mengerti keberadaan masyarakat, untuk selanjutnya mampu memberikan penyadaran serta pencerahan akan keberadaan masyarakat itu sendiri. Agar mereka sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, hingga memotivasi mereka untuk optimis dan berupaya mewujudkan cita-cita negara ini bersama-sama. Cita-cita negara ini bukan cita-cita parsial yang kadang berbenturan atau bahkan meruntuhkan cita-cita kelompok lain.

Hal tentang cita-cita negara membutuhkan kepekaan yang berawal dari pengelola negara itu sendiri. Bagaimana pengelola negara ini melayani masyarakat yang hidup dalam alam pikir serta lingkungan heterogen tersebut. Mereka harus terlebih dahulu sadar akan pentingnya menyatukan pandangan tentang cita-cita negara, hingga “tangan-tangan” yang berniat dan memiliki kapasitas untuk membantu mereka dalam membangun masyarakat negara ini dapat terarahkan dengan baik.

Mengapa cita-cita negara ini menjadi penting? Tentunya karena dalam melakukan suatu hal, terlebih dalam lingkup yang luas seperti upaya pembangunan masyarakat suatu negara, harus memiliki tujuan yang jelas. Tujuan pembangunan di suatu negara itulah yang kita sebut cita-cita negara. Tak heran jika cita-cita harus setinggi langit. Tentu maksudnya adalah agar sepanjang masa, bahkan hingga bergantinya peradaban, sepanjang negara itu ada, segala upaya meraih cita-cita dengan cara membangun dan menata negara ini akan terus ada.

Kita kembali pada adanya kebutuhan untuk masyarakat ini dibangun jiwa dan raganya, sebagaimana dijelaskan di atas tadi. Untuk membangun jiwa dan raga langkah pertama yang dibutuhkan adalah pendekatan, agar masyarakat tidak defensif, karena umumnya masyarakat heterogen pada awalnya bersifat defensif terhadap masuknya unsur baru dari luar kelompoknya, atau bahkan dari luar kerangka pemikiran lingkungannya. Untuk dekat dengan masyarakat, butuh orang yang memahami mereka, yang menurut mereka bisa diterima dan mampu menyatu atau lekat dengan mereka. Singkat kata, dibutuhkan pendamping masyarakat.

Pendamping masyarakat ini adalah pembantu pengelola negara dalam membangun jiwa dan raga masyarakat. Mereka bergerak di tingkat terbawah, mereka tinggal dan akrab dengan masyarakat dalam kesehariannya, sehingga mampu mengetahui adab kebiasaan, dan mengerti akan kelebihan dan kekurangan masyarakat di lingkungan tersebut, hingga akhirnya mampu menggali apa yang sejatinya paling dibutuhkan masyarakat.

Tahap awal pendampingan masyarakat adalah penyadaran akan hak dan kewajibannya. Jika masyarakat mulai sadar dan tergerak untuk berupaya bersama-sama, maka mereka membutuhkan pendampingan sekaligus fasilitasi untuk mengetahui potensi dan kendala yang ada pada mereka dan lingkungan sekitarnya. Upaya pendampingan dan fasilitasi pemahaman potensi dan kendala ini harus diiringi atau dibungkus dengan motivasi atau semangat membangun yang tinggi dan konsisten. Oleh karena itu, upaya memotivasi masyarakat dengan selalu mempertahankan antusiaisme mereka merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh para pendamping atau fasilitator masyarakat. Tanpa antusiasme mereka sendiri, maka keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan hanyalah suatu mobilisasi dan rekayasa pembangunan semata.

Masyarakat yang telah memiliki semangat dan keyakinan untuk aktif berperan dalam pembangunan membutuhkan tahapan berikutnya, yaitu tahap fasilitasi untuk mengetahui dan memahami apa yang menjadi prioritas kebutuhan mereka dalam pembangunan diri mereka sendiri dan lingkungannya. Ketika masyarakat telah dapat menemukan prioritas kebutuhan lalu mengaitkan dengan potensi dan kendala yang ada, maka mereka memerlukan fasilitasi dalam mencari strategi pemenuhan kebutuhan tersebut. Dalam upaya mencari dan menyusun strategi pemenuhan kebutuhan, masyarakat hendaknya berpartisipasi secara aktif, dan dibangkitkan kembali semangat kebersamaan mereka, agar muncul inisiatif-inisiatif positif untuk melakukan swadaya dalam merealisasi langkah-langkah strategi pemenuhan yang dimaksud. Inisiatif swadaya di masyarakat adalah hal yang mampu meringankan beban bersama, serta mempertebal rasa persatuan di antara mereka.

Jika strategi pemenuhan kebutuhan telah teridentifikasi baik pada tataran realisasi hingga pemeliharaan atau pelestarian, maka masyarakat mulai melangkah pada tahap realisasi pemenuhan kebutuhan. Dalam upaya ini fasilitator tidak hanya dituntut memfasilitasi dan mendampingi, namun juga dituntut untuk mampu mengadvokasi, atau memediasi masyarakat dengan pihak lain (kadang dengan para pengelola negara terkait) yang pemikiran, keahlian, dan tenaganya dibutuhkan masyarakat.

Bilamana tahap realisasi pemenuhan telah tercapai, kebutuhan telah terpenuhi, maka perlu disepakati langkah rinci untuk pemeliharaan, pelestarian, dan bahkan strategi berikutnya untuk pengembangan. Dalam tahap ini, kembali seorang pendamping ataupun fasilitator perlu memiliki keahlian advokasi dan mediasi yang handal.

Hasil pembangunan dari dan untuk masyarakat ini haruslah dipotret dengan baik oleh para pengelola negara dan diinventarisir, serta dibantu dalam upaya pemeliharaan, pelestarian, dan pengembangannya. Peran pengelola negara dapat dilakukan dalam beragam bentuk, antara lain melakukan penguatan kapasitas fasilitator masyarakat, menyediakan tenaga ahli yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan yang terpenting memperhatikan aspirasi masyarakat dengan menyusun rencana pembangunan yang memperhatikan kebutuhan masyarakat, serta mengalokasikan dana negara untuk mendukung realisasi pemenuhan kebutuhan masyarakat tersebut.

Masyarakat yang sudah cenderung maju dan mampu berkreasi dengan baik memerlukan fasilitator yang memiliki kepekaan dan kapasitas khusus guna makin memajukan dan mengembangkan kreativitas masyarakat tersebut. Fasilitator ini harus memiliki visi ke depan, kreatif, dan menguasai substansi yang sedang dikerjakan oleh masyarakat dengan baik, minimal menguasai konstelasi pengembangan kegiatan masyarakat tersebut, sehingga fasilitator ini mampu memediasi dan mengadvokasi masyarakat dengan pihak-pihak ahli terkait seperti dalam hal pemasaran produk, dan lain-lain. Ini juga termasuk antara masyarakat dengan pengelola negara, misalnya dalam hal regulasi, atau bahkan dalam upaya mematenkan hasil karya masyarakat tersebut, sebagai bentuk penghargaan terhadap karya otentik mereka.

Jika kita amati bersama, terlihat bahwa pembangunan masyarakat di Indonesia membutuhkan pendamping atau fasilitator masyarakat. Tugas mereka membantu pengelola negara ini dalam membangun jiwa dan raga masyarakat, yang realisasinya dapat beragam untuk dapat bersama-sama mencapai cita-cita negara.

Memfasilitasi masyarakat bukan pekerjaan yang statis. Fasilitasi masyarakat membutuhkan beragam keahlian dari beragam disiplin ilmu, sesuai tahapan fasilitasi, prioritas kebutuhan masyarakat, dan sesuai juga dengan perkembangan pemikiran dan kapasitas masyarakat itu sendiri.

Fasilitator masyarakat adalah salah satu profesi yang dibutuhkan di Indonesia. Banyak hal yang dapat diambil manfaatnya oleh negara ini jika dalam membangun bangsanya melibatkan fasilitator. Pertama adalah pembangunan tersebut dapat lebih merata, karena secara geografis Indonesia sangatlah beragam, dari perkotaan yang metropolis hingga perdesaan yang terpencil. Dengan adanya fasilitator yang terlatih untuk mampu beradaptasi sesuai lokasi sasaran, maka daerah terpencil pun dapat tertangani dengan baik. Kedua, masyarakat yang heterogen ini dapat terjaga kesatuan pemahamannya tentang cita-cita membangun bangsa dan negara, sehingga walaupun mereka berasal dari beragam suku dengan beragam tingkat intelektualitas, serta beragam pemikiran, namun ketika berperan dalam pembangunan mereka akan menuju cita-cita yang sama. Ketiga, dengan jumlah penduduk yang kian bertambah, dan jumlah tenaga kerja makin meningkat pula, termasuk jumlah tenaga kerja yang berpendidikan, maka peluang profesi fasilitator ini akan mampu menyerap banyak tenaga kerja dan mengurangi jumlah pengangguran, serta arus urbanisasi. Dengan meratanya pembangunan hingga ke pelosok desa, maka lapangan kerja bukan hanya di kota-kota besar, namun juga di seluruh pelosok.

Sudah saatnya pengelola negara ini melihat pemerataan pembangunan sebagai suatu keharusan, dan menjadi agenda yang terukur secara kuantitatif, serta menjadikan fasilitator masyarakat sebagai ujung tombak dalam membangun jiwa dan raga bangsa ini.