Dinas PMD Kab. Buleleng yang diwakili oleh Kabid LKDA&UEM, Ibu Ni Ketut Ariattini, SE. hari ini menghadiri undangan Sosialisasi Bahaya Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) yang dilaksanakan oleh Loka POM di Kab. Buleleng, bertempat di Ruang Pertemuan Dinas Perindagkop UKM Kab. Buleleng. Senin (17/10).
Kegiatan ini melibatkan berbagai stakeholder dan berbagi unsur seperti perwakilan Polres Buleleng, perwakilan Kajari, perwakilan Pengadilan Negeri Buleleng, 15 OPD terkait, perwakilan PKK Kab. Buleleng, BNN Kab. Buleleng, Akademisi Undiksha, STIKES Buleleng, Kwartil Cabang Pramuka Buleleng, Ikatan Apoteker, dan Persatuan Ahli Farmasi Buleleng.
Pertemuan dibuka oleh Kepala Loka POM, Bpk. Rai Gunawan, S.Farm.Apt. sekaligus sebagai Narasumber dengan materi Perkuatan Sinergitas Penta Heliks dalam Penanganan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO).
Pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM dimulai sebelum produk beredar, yaitu dengan evaluasi produk pada saat pendaftaran (pre market), inspeksi sarana produksi sampai kepada pengawasan produk di peredaran (post market). Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, dan sediaan sarian (galenik) campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Namun begitu ada larangan dalam obat tradisional, yaitu tidak boleh mengandung bahan yang berbahaya seperti alkohol, bahan kimia obat (BKO ), narkotika atau psikotropika dan bahan lain yang di anggap berbahaya berdasarkan pertimbangan kesehatan. Ciri-ciri produk yang mengandung BKO adalah efek yang ditimbulkan sangat cepat, yakni dalam waktu beberapa jam setelah mengkonsumsi sakit timbul kembali, dan jika dilakukan pengamatan seksama terdapat butiran/kristal yang merupakan bahan kimia yang ditambahkan.
Dampak negatif obat tradisional mengandung BKO bagi kesehatan diantaranya seperti muka membundar akibat penumpukan lemak pada wajah karena mengkonsumsi deksametason tidak sesuai anjuran, kulit melepuh, demam, sakit tenggorokan, serta luka pada permukaan lambung.
Selanjutnya penyampaian materi oleh Bpk. Heru dari Dinas Kesehatan, dengan materi Perijinan Produk Obat Tradisional. Penggolongan usaha industri produk obat tradisional berdasarkan tingkat resiko keamanan dan bentuk sediaan yang di produksi meliputi Industri Obat Tradisional (IOT), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), dan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT).
UMOT adalah usaha yang hanya memproduksi sediaan obat tradisional dalam bentuk param, tapel, pelis, cairan obat luar dan rajangan. Persyaratan khusus UMOT yaitu Surat Pernyataan Komitmen untuk memenuhi aspek CPOTB minimal secara bertahap, rencana produksi UMOT yang meliputi bentuk sediaan yang diproduksi dan bahan baku yang digunakan, rencana atau tahapan pengembangan obat tradisional yang akan diproduksi, rencana pemasaran produk, daftar fasilitas produksi, mesin dan peralatan, serta izin sarana distribusi.
Toko obat tradisional dapat menjual secara sistem elektronik/online kecuali kedai obat penjualan OT secara langsung. Kadis Perindagkop juga menyampaikan selaras dengan perkembangan dan pesatnya kemajuan produksi dan perdagangan barang dalam keadaan terbungkus/barang kemasan mempunyai peranan yang sangat penting, diantaranya dapat memberikan kemudahan pelaku usaha dalam hal penjualan dan pendistribusian guna memberikan kepastian hukum dan jaminan kebenaran hasil ukuran dalam rangka perlindungan konsumen, produk BDKT harus tetap memperhatikan kesesuaian pelabelan kuantitas dan kebenaran mengenai ukuran/kuantitas barang yang dikemas, sesuai dengan UU no 2 tahun 2081 tentang Metrologi legal.
Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan dan melindungi kepentingan umum konsumen dan pelaku usaha dilaksanakan kegiatan pengawasan terhadap barang dalam keadaan terbungkus di Kabupaten Buleleng kegiatan pengawasan BDKT dilakukan secara terpadu oleh tim pengawasan UTTP dan BDKT.
Acara selanjutnya yakni sesi sharing implementasi CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) oleh Ibu Endah Widyawati, S.Si.,Apt. Beliau menjelaskan terkait klasifikasi obat tradisional yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan Fitofarmaka. Simplisia sebagai bahan dasar obat herbal dimana simpisi merupakan bahan alam yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang tidak dikeringkan.
Simplisia sendiri terbagi menjadi 3 jenis yakni simplisia nabati, hewani, dan simplisia mineral. Simplisia memiliki banyak keunggulan antara lain efek sampingnya relatif lebih kecil daripada obat-obatan kimia karena berasal dari alam, dan komposisi yang saling mendukung untuk mencapai efektifitas pengobatan dan lebih sesuai untuk penyakit metabolik degeneratif.
Disampaikan bahwa jika ingin menggunakan simplisia sebagai obat tradisional sebaiknya menggunakan simplisia dari kelompok obat Fitofarmaka yang telah teruji kasiat dan keamanannya, teruji secara klinis, bisa di pertanggungjawabkan secara ilmiah, serta memenuhi indikasi medis.