0362 - 22488
pmdbuleleng@gmail.com
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Cara BUMDesa Melumpuhkan Renternir di Desa

Admin dispmd | 21 Agustus 2018 | 558 kali

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bukan isu lagi. Setahun yang lalu wacana ini masih mengundang tanda tanya bagi para perangkat desa. Tapi kini, beragam pengharapan mulai menjadi kenyataan. Beragam kekuatan BUMDesa juga mulai tampak. Salahsatu yang mampu dilakukan BUMDes adalah memangkas rantai distribusi dan memotong cengkeraman tengkulak dan para pengijon yang selama ini menguasai perdagangan hasil bumi para petani. Bagaimana caranya?

Bukan rahasia lagi, selama ini petani hampir tak punya daya tawar terhadap perubahan harga hasil bumi yang mereka tanam. Posisi para petani bak harimau tanpa taring, kehadirannya sangat dibutuhkan karena menyokong kebutuhan hidup semua orang tetapi tidak punya kekuatan menentukan harga produk yang mereka hasilkan. Sebaliknya, para pemilik modal yang berkuasa dan mendapatkan hasil paling besar dari rantai distribusi bahan pangan dari petani hingga end user.

Kekuatan para pengijon bukan hanya modal tetapi mereka menguasai pasar. Bukan itu saja, dengan uang yang dimilikinya para tengkulak juga mengikat para petani dengan pola-pola kedekatan personal. Misalnya, meminjami uang kepada petani yang sedang butuh uang untuk sunatan atau menikahkan anaknya. Uang itu lantas digantikan dengan penjualan hasil pertanian. Penawaran itu juga berlaku pada berbagai kebutuhan lainnya.

Bagi warga desa pendekatan seperti itu sangat manjur mengikat mereka. Kuatnya budaya ewuh-prakewuh dalam kehidupan masyarakat desa dimanfaatkan dengan jitu oleh para pengijon sehingga petani menjadi tergantung dengan keberadaan mereka. Pertanyaannya, bagaimana merubah pola yang sudah menahun ini?

BUMDes adalah salahsatu jawabannya. Dengan akses modal yang dimiliki BUMdes baik melalui penyertaan modal dari desa maupun pihak ketiga, BUMDes bisa memotong rantai yang selama ini dimainkan tengkulak. Seperti yang dilakukan BUMDes Amanah, Desa Padangjaya, Kecamatan Kuaro, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, ini.

Dengan mayoritas warga petani sawit BUMDes Amanah lantas membeli hasil panen sawit warga. Setelah itu BUMDes menjualnya ke pabrik pengolah sawit. Peran ini membuat harga sawit menjadi stabil dan menguntungkan petani. Bukan itu saja, agar petani lancar menanam sawitnya lagi, BUMDes Amanah menyediakan bibit, pupuk dan pinjaman modal pengelolaan kebun sawit warga. Hasilnya, warga Desa Padangjaya kini terbebas dari jeratan tengkulak yang merugikan mereka selama ini.

BUMDes Amanah juga menjalankan layanan air bersih untuk warganya. Kepercayaan yang besar dri warga membuat perusahaan layanan ir bersih di desa ini mampu mengalirkan air bersih kepada 100 warga desa dan membukukan lebih dari 100 juta sebulan. Belum lagi dari pasar desa dan berbagai usaha lain yang semuanya berbasis kebutuhan warga desa.

BUMDes Amanah sukses mengentaskan kemiskinan warga desa, memenuhi kebutuhan dasar air bersih serta meningkatkan partisipasi aktif warga dalam BUMDes-nya.

Cara berbeda dilakukan BUMDes Giri Amertha, Desa Alasangker, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali. Karena banyak wrga yang hidup dari sektor industri rumahan, Giri Amertha memilih unit usaha simpan pinjam untuk mendorong produktivitas warganya. BUMDes memberi pinjaman bagi kegiatan produktif warga menciptakan aneka produk kreatif untuk dijual pada pasar wisata Bali.

Bukan hanya membantu modal, BUMDes juga membangun pasar desa yang berfungsi sebagai pusat transaksi produk desa seluruh warga. Hasilnya, pasar desa ini terus berkembang dan menjadi salahsatu destinasi wisata yang unik dan menarik bagi para wisawatan.

Berkat layanan simpan pinjam berbunga kecil, proses yang mudah dan kepercayaan yang kuat antara warga dan BUMDes-nya, Giri Amertha berhasil ‘menyelamatkan’ warga dari cengkeraman lintah darat yang selama ini gentayangan di desa-desa sebagaimana para tengkulak hasil bumi. Kedua BUMDes ini membuktikan, peran sosial yang mereka mainkan berhasil mendorong ekonomi desa dengan sangat signifikan. Bagaimana BUMDes di desamu? (sumber: aryadji/berdesa.com)